Rabu, 22 Juni 2016

Tempat Yang Bersejarah Di TanjungBalai

Sejarah Lapangan Pasir Tanjungbalai



            Dahulunya lapangan pasir itu adalah rawa-rawa yang terbentang di depan istana Asahan . pada masa tanjungbalai dipimpin seorang walikota Patuan Naga Nasution dilakukan pengerukan sungai Istana sampai sungai Bengkel di buang kerawa-rawa depan komplek istana Asahan menjadi lapangan pasir. Dari kemunculan lapangan ini banyak dimanfaatkan masyarakatsebagai daerah rekreasi baru, masyarakat sering mengadakan bazar dan pasar malam, dan berbagai hiburan lainnya seperti band, dan acra acara hibura lainnya.
            Seiring berjalannya waktu lapangan pasir ini di bangu lapangan bola kaki, bola volly, dan bola takrau.disinilah setiap harinya masyarakat datang untuk berolah raga.
Kemudian pihak ahli waris kesultanan Asahan untuk menyerahkan aset kerajaan itu kepada masyarakat Tanjungbalai melalui pemko Tanjungbalai secara syah sekitar tahun 2002 dimasa walikota dr.Sutrisno Hadi, SpOG. Sebagai penghormatan dan penghargaan kepada kesultanan Asahan maka lapangan ini ditabalkan melalui sebuah perda Tanjungbalai dengan nama lapangan Sultan Abdul Djalil Rahmadsyah.
Setelah di serahkan ahli waris kesultanan Asahan ke Pemko Tanjungbalai barulah lapangan ini direnovasi dengan membangun alun-alun atapnya dengan bermitifkan kerang dan dilengkapi dengan sarana kamar mandi disinilah walikota dan jajaran pemerintah lainnya duduk untuk menyaksikan acara-acara Nasional,  serta dipasang pagar sekeliling. Upacara hari besar Nasionalserta acara-acara besar seperti hari jadi Tanjungbalai pada setiap tanggal 27 Desember, pameran dan festifalmaka lapangan pasir ini menjadi pilihannya.
            Biasanya setiap sore sabtu dan minngu masyarakat Tanjungbalai sering mengunjungi tempat ini, terutama muda mudinya. Biasanya mereka datang untuk jalan-jalan, foto-foto, olahraga dan membeli makana, makanan yang biasanya di jual di sekitar Tanjungbalai adalah makan tradisiona seperti jagung bakar,pisang sopit, mie goreng, nasi goreng  dan berbagai jenis kue basah seperti kue lapis, kue jagung, kue lumpang, kue cara, lepat nagasari, lepat ubi,lepat pulut, kue ombus-ombus dan lain lain.
           
           

Sejarah bangunan bersejarah


            Bangunan bersejarah adalah tempat istana Sultan melayu, dulunya bangunan ini terletak dekat dengan lapangan pasir tempat pusat kota sekarang ini, dan sekarang bangunan ini di pindahkan ke ujung Tanjungbalai bekas dari bangunan ini sekarang sudah di bangun tempat-tempat perbelanjaan dan toko-toko swasta.
            Sekarang bangunan bersejarah ini janrang dikunjungi dan digunakan mayarakat Tanjungbalai. Cuman acara-acara tertentu sajalah bangunan ini di pakai itupu yang memakainya hanya dari keturunan-keturunan Sultan saja yang sering menggunakan bangunan ini untuk acara-acara kekeluargaan mereka.
            Sedangkan dari kalangan pemerintahan tidak pernah menggunakn bangunan ini, seharusnya bangunan ini bisa menjadi tempat wisata sejarah untuk kota Tanjungbalai dan sekarang bangunan ini tidak terawat lagi. Sungguh menyedihkan harusnya pemerintah Kota Tanjungbalai memperhatikan bangunann ini karena biarbagaimanapu istana ini adalah salahh satu bangunan yang tertua yang ada di Tanjungbalai.





Sejarah vihara yang ada di Tanjungbalai

            Di Tanjungbalai ada sebuah vihara yang besar, dahulunya bangunan ini sangat di tentang oleh penduduk Tanjungbalai, setelah bangunan ini selesai setengah jalan masyarakat berduyun-duyun demo ingin merobohkan bangunan ini. Ternyata bangunan itu sudah di syahkan oleh salah satu pemerintahan Tanjungbalai dan akhirnya masyarakat kecewa dengan mendengar keputusa pemerintah yang tidak mementingkan nilai agama yang tinggi yang ada di Tanjungbalai.
            Tetapi setelah vihara itu selesai ternyata masyarakat Tanjungbalai yang muslim yang banyak mendatangi tempat ini, karena tempatnya indah di depan pihara ini adalah sungai besar Asahan yang pemandangannya indah jika dilihat di sore hari sehingga tempat ini sering didatangi para muda-mudi Tanjungbalai, biasanya mereka datang kesini foto-foto dan olahraga, ditambah lagi banyaknya masyarat  yang bedagang di pinggiran sungai tersebut jadi tempat ini makin asyik di bikain untuk tempat bermain dan bertamasya para muda mudi tersebut, apalagi di pinggir sungai itu ada angin sepoi-sepoi yang yang menyejukkan tubuh.
            Biasanya ditempat ini juga sering diadakan hiburan pasar malam apalagi di hari libur tempat ini pasti ramai dikunjungi masyarat baik masyarakat Tanjungbalai maupun mayarakat dari luar.





Sejarah Jembatan Tabayang

            Jembatan tabayang adalah salah satu jempatan yang terpanjang di Sumatera, yang panjangnya mencapai 1000 meter. Pada mulanya muda mudi Tanjungbalailah yang memberi nama jembatan ini jembatan tabayang, karena setiap kali mereka kesitu selalu atau tabayang-bayang akan sesuatu. Jembatan tabayang ini adalah penghubung antara Kota Tanjungbalai dengan Sei Kepayang atau daerah Asahan.
            jembatan ini umumnya ramai didatangi pada sore dan malam minggu karena jembatan ini merupakan spot untuk melihat keindahan sungai Asahan menjelang senja. Biasanya yang sering meramaikan tempat ini adalah para muda mudi. Di tempat inilah para muda mudi Tanjungbalai sering berjumpa dan bermain.
            Karena adanya jembatan ini jadi masyarakan Asahan menjadi mudah untuk datang ke Tanjungbalai, mereka tidak lagi harus menggunakan sampan untuk datang kepusat perbelanjaan Tanjungbalai dan sebaliknya dengan masyarakat Tanjungbalai menjadi lebih mudah untuk datang merawat kebun mereka yang ada didaerah Asaha.

                       



Sejarah Berdirinya Masjid Raya Kota Tanjungbalai

Berdirinya Masjid Raya ini di jantung kota Tanjung Balai yang semakin sesak oleh  petak-petak rumah toko (ruko) membuat Mesjid Raya Sultan Ahmadsyah terhimpit dan kehilangan ‘aura magis’ nya sebagai  monumen pengingat sang pendiri, Sultan Ahmadsyah dari  Asahan, mesjid kerajaan sekaligus cagar budaya. Mesjid yang  kubah utamanya sudah lebih rendah dari jejeran loteng ruko  sarang walet yang ‘memagari’ kompleks semakin tenggelam  pula ketika Maghrib menjelang. Riuh rendah rekaman suara  kicau burung walet yang bising itu memenuhi udara membuat  suasana di ambang petang di lingkungan mesjid berikut  kompleks makam diraja Asahan yang mulai dibangun tahun  1883 itu tidak lagi pernah terasa hening.
Pengembangan kota sejak tahun 1970-an telah mengubah kedudukan Mesjid Sultan Ahmadsyah dalam tata ruang kota Tanjung Balai. Jika di masa lalu mesjid dan istana menjadi pusat orientasi maka di masa kini mesjid tidak lebih sebagai salah satu sarana peribadatan yang tertua di kota itu. Permukaan jalan protokol di depan mesjid kian meninggi membuat tanah pekarangan mesjid menjadi lebih rendah. Pergeseran paras jalan ini memaksa pengelola meninggikan paras tanah pekarangan sehingga berakibat permukaan lantai serambi yang dahulu berlantai tegel corak dari Maastricht kini hampir sejajar dengan pekarangan dan permukaan jalan yang dinamai Jalan Mesjid Raya di Kelurahan Indera Sakti Kecamatan Tanjung Balai Selatan itu sekaligus membuat mesjid itu terlihat pendek.
Sultan Asahan IX disebutkan  membangun Istana Kota Raja Indera Sakti dan mesjid pendamping istana yang dinamai Mesjid Raya Sultan Ahmadsyah. Mesjid yang didominasi warna hijau dan kuning ini rampung dalam waktu dua tahun terhitung 1883-1885 (sic). Tidak diketahui berapa banyak biaya yang dihabiskan Sultan Ahmadsyah untuk membangun mesjid beserta kompleks istana Asahan ini namun perluasan dan diversifikasi tanaman perkebunan ke daerah Selatan jadi dasar perbaikan ekonomi Sultan Ahmadsyah dari Asahan. Diperkirakan pendapatan Sultan Asahan IX pasca-pemulihan kekuasaannya dari konsesi tanah sudah lebih dari cukup untuk membangun kembali ibukota Kesultanan Negeri Asahan.
Mesjid Raya Sultan Ahmadsyah Tanjung Balai dibangun permanen dengan teknik pengerjaan Eropa. Permanentasi bangunan-bangunan untuk istana dan mesjid di Sumatera Timur menjadi penanda penting untuk menilai jangkauan pengaruh kolonialisme dan modernisasi pada visi para penguasa tradisional soal hubungan antara ruralurban yang biasanya diwujudkan dalam kebijakan tata ruang. Selain itu, sumbangan seni dan teknologi bangunan Eropa pada bangunan-bangunan di kawasan itu juga dapat memahami politik simbol atau simbolisme, mengapa istana para raja dan mesjid di pusat pemerintahan dibangun permanen sementara rumah-rumah para pembesar di pedalaman dan surau di kampung-kampung Melayu bertahan dengan ciri tradisionalnya yaitu semi permanen.
Namun terdapat perbedaan pendapat mengenai kapan tepatnya mesjid ini dibangun meskipun masyarakat menerima apapun kisah yang berkaitan dengan pembangunan dan pemanfaatan mesjid itu. Dalam rekonstruksi pembangunan Mesjid Raya Sultan Ahmadsyah yang diterima umum, tarikh awal pembangunan (1883) dan tahun kepulangan sang sultan dari pembuangan di Bengkalis (1885/6) terpaut dua sampai tiga tahun. Jadi, jika tarikh di atas digunakan sebagai landasan merekonstruksi tahun awal pembangunan mesjid itu maka Mesjid Raya Sultan Ahmadsyah Tanjung Balai ini telah atau mulai dibangun ketika sang sultan masih berada dalam pembuangan.
Kemungkinan lain ialah, mesjid permanen itu dibangun pada masa pemerintahan dewan menggantikan mesjid lama yang dibakar ketika perang. Pemberian nama ‘Sultan Ahmadsyah’ pada mesjid yang dibangun itu mungkin saja dilakukan belakangan menjelang atau sesudah sang sultan kembali. Selain itu dalam tradisi pemberian nama pada mesjid kerajaan, sultan-sultan Melayu yang membangunnya mendapatkan kehormatan untuk menabalkan namanya sebagai nama mesjid. Penamaan ini menandakan bahwa mesjid bagi orang Melayu bukan sekedar tempat ibadah tetapi memiliki fungsi sosial dan sejarah. Mesjid pun difungsikan sebagai media commemoration atau mengingat, memetik hikmah terutama untuk memelihara dan/atau membangkitkan sense of community.
Di luar kemungkinan yang dapat dijadikan eksplanans itu, bangunan Mesjid Raya Sultan Ahmadsyah Tanjung Balai menampilkan ciri bangunan dari masa yang diperkirakan itu. Pilar-pilar ‘gendut’ berjumlah banyak yang menopang serambi mirip dengan pilar Mesjid Raya Sultan Basyaruddin di Rantau Panjang. Mesjid lama yang diperkirakan dibakar dalam Perang 1865 itu lalu kemungkinan dibangun kembali dan dinamai dengan nama penguasa masing-masing.

Belum ditemukan keterangan tentang pembangunan itu namun dengan membandingkan langgam maupun bagian-bagian dari  kedua mesjid di bawah ini merupakan salah satu cara untuk mengungkap waktu pembangunan, selain menganalisis alasan dan motivasi politik kolonial secara langsung maupun tidak langsung. Dan seperti kebanyakan mesjid lama di Sumatera Timur, pada kompleks Mesjid Raya Sultan Asahan Tanjung Balai terdapat kompleks pemakaman keluarga diraja Asahan. Makam yang ditandai beragam bentuk nisan ini dapat menjadi tolok ukur untuk menilai usia mesjid atau keberadaan pertapakannya.

1 komentar:

  1. Borgata Hotel Casino & Spa | JT Hub
    Contact the Borgata Hotel Casino & 경주 출장마사지 Spa in Atlantic 서산 출장마사지 City, 김포 출장안마 NJ today to get 광양 출장안마 information about upcoming events and upcoming concerts taking place 강릉 출장마사지 in Atlantic City,

    BalasHapus